Walau rangkaian kata-kataku tak akan sehebat puisi-puisi cinta para pujangga,
Tapi, aku mulai memberanikan hati untuk mengajak jari-jari tanganku menggerakkan pena
Kemudian mengoreskan tinta-tintanya,
Yang betapa menggunung asa, melangit harapan akan adanya makna
Seiring mentari yang senantiasa patuh pada IlahNya, untuk beredar pada garis putarnya
Kau sepertinya semakin jauh dari cahaya diatas cahaya.
Bersama itu pula, aku terduduk dengan mata hati yang terbuka,
Dan kuhimpun do’a kekuatan padaNya
Tatkala kulihat tetesan-tetesan airmata penyesalanmu, bercampur butir-butir keringat kerja kerasmu,
Yang setia mengiringi usaha pencarianmu.
Betapa aku ingin menjadi dirimu
Betapa pula aku ingin selalu, selalu, dan selalu menggugurkan gunung-gunung Alpen dosaku
Betapa pula aku ingin selalu, selalu, dan selalu memadamkan padang-padang sahara nafsuku
Akan kudekapkan kedua tangan didadaku,
Untuk memohon padamu agar tidak mengatakan kata “putus asa”
Sungguh...aku takut kata itu.
Disana ada cahaya...
Disana ada terang-benderang...
Disana ada kehakikian...
Disana ada kedamaian...
Itu ada didalam dada-dada, bukan sebuah omong kosong...
Tetapi fatwa!
Disana ada yang menunggu kita,
Jangan belokkan kaki, apalagi hati.
Kemuliaan ada disana...
Kesejukan ada disana...
Kasih sayang ada disana...
Lama telah menunggu, tanpa lelah apalagi jemu.
Derap-derap dada, kaki serta hati manusia,
Suara detak jantungmupun kian kencang, terpacu dan memburu.
Aku juga tertatih kesana,
Mendaki gunung, menuruni jurang.
Sungguh...ada juga tebing yang tinggi dan kelokan yang tajam.
Tetapi, akan kubawa semua apa yang kupunya.
Keringat dan do’a!
Akan kuutuskan salam ingatan dalam do’a-do’a istighfarku sepanjang waktu untukmu.
Wahai kekasih Illahi.
Tapi, aku mulai memberanikan hati untuk mengajak jari-jari tanganku menggerakkan pena
Kemudian mengoreskan tinta-tintanya,
Yang betapa menggunung asa, melangit harapan akan adanya makna
Seiring mentari yang senantiasa patuh pada IlahNya, untuk beredar pada garis putarnya
Kau sepertinya semakin jauh dari cahaya diatas cahaya.
Bersama itu pula, aku terduduk dengan mata hati yang terbuka,
Dan kuhimpun do’a kekuatan padaNya
Tatkala kulihat tetesan-tetesan airmata penyesalanmu, bercampur butir-butir keringat kerja kerasmu,
Yang setia mengiringi usaha pencarianmu.
Betapa aku ingin menjadi dirimu
Betapa pula aku ingin selalu, selalu, dan selalu menggugurkan gunung-gunung Alpen dosaku
Betapa pula aku ingin selalu, selalu, dan selalu memadamkan padang-padang sahara nafsuku
Akan kudekapkan kedua tangan didadaku,
Untuk memohon padamu agar tidak mengatakan kata “putus asa”
Sungguh...aku takut kata itu.
Disana ada cahaya...
Disana ada terang-benderang...
Disana ada kehakikian...
Disana ada kedamaian...
Itu ada didalam dada-dada, bukan sebuah omong kosong...
Tetapi fatwa!
Disana ada yang menunggu kita,
Jangan belokkan kaki, apalagi hati.
Kemuliaan ada disana...
Kesejukan ada disana...
Kasih sayang ada disana...
Lama telah menunggu, tanpa lelah apalagi jemu.
Derap-derap dada, kaki serta hati manusia,
Suara detak jantungmupun kian kencang, terpacu dan memburu.
Aku juga tertatih kesana,
Mendaki gunung, menuruni jurang.
Sungguh...ada juga tebing yang tinggi dan kelokan yang tajam.
Tetapi, akan kubawa semua apa yang kupunya.
Keringat dan do’a!
Akan kuutuskan salam ingatan dalam do’a-do’a istighfarku sepanjang waktu untukmu.
Wahai kekasih Illahi.
Selamat Milad Kawan, Jadikan Hidupmu Lebih “Bermakna”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar